Kamis, 15 Juni 2017

Tikrar dalam Al-Qur'an

Tikrar dalam Al-Qur’an
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Tafsir Ijtima’i
Dosen : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.


Di Susun Oleh :
Kelompok 11

·      Sahrul Latif                              11140331000078
·      Nanda Khairu Hermina           11150340000112
·      Isnaeni                                     11150340000122



PROGRAM STUDY ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN
 2017




KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah Swt.sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Tafsir Ijtima’i mengenai Tikrar dalam Al-Qur’an. Shalawat dan salam semoga selalu di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan yang bagi umatnya.
Makalah ini disusun dalam upaya memberikan kemudahan untuk rekan-rekan mahasiswa mengikuti mata kuliah Tafsir Ijtima’i, agar lebih muda dalam memahami materi kuliah yang selanjutnya bisa dengan mudah mencapai nilai yang di inginkan.
Dalam proses penyusunan makalah, kami menyadari banyak terdapat kekurangan, baik segi materi maupun sistematika penulisannya. Untuk itu, kami siap menerima kritik dan saran yang membangun untuk kami.
                                                                           
                                                                                                            Jakarta, 12 Juni 2017
                                                                                                                        penulis

                                                                                                                    Kelompok 11







BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab penyempurna kitab-kitab sebelumnya, pedoman hidup manusia yang tidak pernah lekang oleh zaman. Keindahan sistematika penulisan setiap katanya tidak ada satu makhluk pun yang dapat menandinginya. Kata-kata Al-Qur’an menggambarkan kepada kita bahwa I’jaz Al-Qur’an adalah sebuah bentuk rangkaian retorika yang sangat indah dan akan mengalami revolusi pada tiap generasi.
Dari salah satu al-i’jaz yang terdapat dalam al-Qur’an adalah pengulangan yang terjadi pada ayat-ayatnya atau yang lebih dikenal dalam cabang ilmu Al-Qur’an al-tikrar. Hikmah dari pengulangan ini antara lain adalah untuk penegasan dalam perkataan, keindahan dalam berbahasa dan kecakapan dalam retorika. 
  




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
            Untuk menciptakan kalimat-kalimat yang efektif (yang bernilai balaghah), disamping dilakukan dengan uslub I’jaz dan Qasr, dalam kondisi tertentu juga diperlukan uslub Tikrar. Yang dimaksud tikrar disini adalah perulangan sebuah kata atau kelompok kata yang sama persis.[1] 
            Definisi kata al-tikrar adalah masdar dari kata kerja “ كرر“ yang merupakan rangkaian kata dari hurufر  - - ر ك. secara etimologi berarti mengulang atau mengembalikan sesuatu berulangkali. Adapun menurut istilah al-tikrar berarti “  اعادة اللفظ او مرادفة لتقرير المعنى“ mengulangi lafal atau yang sinonimnya untuk menetapkan (taqrir) makna. Selain itu, ada juga yang memaknai al-tikrar dengan “ ذكر الشي مرتين فصاعدا “ menyebutkan sesuatu dua kali berturut-turut atau penunjukan lafal terhadap sebuah makna secara berulang. Sedangkan yang di maksud dengan al-tikrar dalam al-Qur’an adalah pengulangan redaksi kalimat atau ayat dalam al-Qur’an dua kali atau lebih, baik itu terjadi pada lafalnya ataupun maknanya dengan tujuan dan alasan tertentu.
            Menurut Ibnu Naqib ia mengartikan bahwa tikrar adalah lafadz yang keluar dari seorang pembicara lalu mengulanginnya dengan lafadz yang sama, baik lafadz yang di ulanginya tersebut semantic dengan lafadz yang ia keluarkan ataupun tidak, atau ungkapan tersebut hanya dengan maknanya bukan dengan lafadz yang sama.[2]
B.  Macam-Macam Tikrar
1)      Tikrar al Lafdzi, yaitu pengulangan redaksi ayat di dalam al Qur’an baik berupa huruf-hurufnya, kata ataupun redaksi kalimatnya dan ayatnya. Maksud pengulangan pada jenis ini adalah, pengulangan yang ada pada satu tema. Seperti pengulangan pada beberapa ayat yang berdekatan atau pada pembahasan yang sama di surat yang berbeda, atau pada surat yang sama. Contohnya pengulangan pada Lafaz Jalalah (Allah). Pada lafadz ini, pengulangan terjadi begitu beragam, diantaranya, terulang lebih dari dua kali dalam satu ayat dan bahkan tiga kali.[3] Yang dibagi lagi menjadi tiga yaitu: [4]
1.         Contoh pengulangan huruf
Pengulangan huruf  pada akhir beberapa QS. Al-Nazi’at (79): 6-14:
 يَوْمَ تَرْجُفُ ٱلرَّاجِفَةُ * تَتْبَعُهَا ٱلرَّادِفَةُ * قُلُوبٌ يَوْمَئِذٍ وَاجِفَةٌ* أَبْصَٰرُهَا خَٰشِعَةٌ * يَقُولُونَ أَءِنَّا لَمَرْدُودُونَ فِى ٱلْحَافِرَةِ * أَءِذَا كُنَّا عِظَٰمًا نَّخِرَةً * قَالُوا۟ تِلْكَ إِذًا كَرَّةٌ خَاسِرَةٌ* فَإِنَّمَا هِىَ زَجْرَةٌ وَٰحِدَةٌ * فَإِذَا هُم بِٱلسَّاهِرَةِ *

(Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan) pada hari ketika tiupan pertama menggoncang alam. tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. Hati manusia pada waktu itu sangat takut. Pandangannya tunduk. (Orang-orang kafir) berkata: "Apakah sesungguhnya kami benar-benar dikembalikan kepada kehidupan semula?. Apakah (akan dibangkitkan juga) apabila kami telah menjadi tulang belulang yang hancur lumat?. Mereka berkata: "Kalau demikian, itu adalah suatu pengembalian yang merugikan. Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja. maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. (An-Nazi’at 79: 6-14)
2.       Contoh pengulangan kata, dapat dilihat pada QS. Al-Fajr (89): 21-22:
كَلا إِذَا دُكَّتِ الأرْضُ دَكًّا دَكًّا  * وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا
Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi digoncangkan berturut-turut. dan datanglah Tuhanmu; sedang malaikat berbaris-baris.(Al-Fajr 89:21-22)
3.         Contoh pengulangan ayat terdapat pada QS. Al-Rahman (55): 13:
فَبِأَيِّ آلاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman 55: 13)
Ayat tersebut berulang kurang lebih 30 kali dalam surah tersebut. 
2)      tikrar al-ma’nawia, yaitu pengulangan redaksi ayat di dlam al-Qur’an yang pengulangannya lebih dititikberatkan kepada makna atau maksud dan tujuan pengulangan tersebut. Sebagai contoh QS. Al-Baqarah (2): 238:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.(Al-Baqarah 2:238)
            Al-Shalat al-wustha yang disebut dalam ayat di atas adalah pengulangan makna dari kata al-shalawat sebelumnya, karena masih merupakan bagian darinya. Adapun penyebutannya sebagai penekan atas perintah pemeliharaannya.[5]
3)      Tikrar  (al-Numt al-nahwi) yaitu, pengulangan pada jenis ini, lebih kepada keindahan alunan musik yang ditimbulkan, bukan pada berapa kali diulangnya suatu kalimat. Pengulangan jenis ini menguatkan estetika al-Qur`an, sehingga jiwa pun akan terus rindu untuk mentadaburinya, sebagaimana pengulangan pada jenis ini juga membantu seseorang untuk mengahafal ayat-ayat tersebut dengan mudah. Jenis pengulangan ini sering kita dapatkan pada surat-surat makiyah, yaitu surat-surat yang turun sebelum hijrah nabi ke Madinah. Salah satu cirri surat-surat Makiyah antara lain, yang potongan-potongan ayat dan juga keseluruhan berukuran pendek.[6]
            Sedangkan, menurut Prof. Dr. D. Hidayat, dari segi struktur tikrar dapat dikategorikan kepada tiga model perulangan, yaitu (1) perulangan bersambung, (2) perulangan tidak bersambung, dan (3) perulangan terpisahkan.
1.    Tikrar bersambungan, yang dihubungkan oleh (huruf athaf), atau oleh kata tanya (adamul istifham), ada pula yang tidak dihubungkan sama sekali, seperti pada ayat berikut:
الْحَاقَّةُ * مَا الْحَاقَّةُ  * وَما أَدْراكَ مَا الْحَاقَّةُ * كَذَّبَتْ ثَمُودُ وَعَادٌ بِالْقَارِعَةِ
Hari kiamat. apakah hari kiamat itu?. Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?. Kaum Tsamud dan 'Aad telah mendustakan hari kiamat. (Al-Haqqah 69: 1-4)
الْقَارِعَةُ * مَا الْقَارِعَةُ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ * يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ *

Hari Kiamat. apakah hari Kiamat itu?. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?. Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,(Al-Qari'ah 101: 1-4)

ثُمَّ ذَهَبَ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ يَتَمَطَّىٰٓ * أَوْلَىٰ لَكَ فَأَوْلَىٰ * ثُمَّ أَوْلَىٰ لَكَ فَأَوْلَىٰٓ *
 “kemudian ia pergi kepada ahlinya dengan berlagak (sombong). Kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. kemudian kecelakaanlah bagimu (hai orang kafir) dan kecelakaanlah bagimu. (Al-Qiyamah 75: 33-35)
عَمَّ يَتَسَآءَلُونَ * عَنِ ٱلنَّبَإِ ٱلْعَظِيمِ * ٱلَّذِى هُمْ فِيهِ مُخْتَلِفُونَ * كَلَّا سَيَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلَّا سَيَعْلَمُونَ *
Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?. Tentang berita yang besar. yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka mengetahui. (An-Naba’ 78: 1-5)
أَلْهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ * حَتَّىٰ زُرْتُمُ ٱلْمَقَابِرَ *  كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ * ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ *
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. sampai kamu masuk ke dalam kubur. anganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu). dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.(At-Takasur 102:1-4)
            Pengulangan dalam ayat-ayat diatas semuanya tampak bersambungan yang dihubungkan dengan satu penghubung atau lebih yaitu:
{ ثم/ ف / وَاوُ الْعَطْفِ/   مَا الاِ سْتِفْهَامِيَّة }
Atau tanpa penghubung, yaitu pada ayat (6)
-          Pada ayat (1), terdapat tiga kali perulangan kata (الْحَاقَّةُ), dimaksudkan sebagai penegasan akan datangnya hari kiamat yang diingkari oleh kaum ‘Ad dan kaum Tsamud.
-          Pada ayat (2), tiga kali perulangan kata (الْقَارِعَةُ) dimaksudkan sebagai penegasan akan datangnya hari kiamat yang dahsyat.
-          Pada ayat (3), empat kali kata (أَوْلَىٰ) sebagai penegasan atas kutukan terhadap orang kafir,
-          Pada ayat (4), dua kali perulangan kalimat (كَلَّا سَيَعْلَمُونَ) sebagai penegasan datangnya hari kiamat sekaligus sanggahan kepada orang-orang kafir Mekah yang mengigkarinya.
-          Pada ayat (5) dua kalimat (كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ) sebagai penegasan akan akibat (siksaan) di akhirat akibat perilaku mereka yang suka bermegah—megahan dengan banyak harta.
2.    Tikrar tidak bersambung, contohnya sebagai berikut,
لِّلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۗ وَإِن تُبْدُوا۟ مَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ أَوْ تُخْفُوهُ يُحَاسِبْكُم بِهِ ٱللَّهُ ۖ فَيَغْفِرُ لِمَن يَشَآءُ وَيُعَذِّبُ مَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Al-Baqarah 2:284)
وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ ۚ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُ
“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (At-Tagabun 64:12)
            Perulangan maushul (مَا) tidak bersambungan, karena terpisah oleh silah maushul masing-masing. Juga perulangan kata (وَأَطِيعُوا۟), terpisah oleh objek (maf’ul bih), memang melihat konteks kalimat setelahnya, kata (مَا) dan kata (وَأَطِيعُوا) perlu mendapat perulangan. Jika tidak, maka teks ayat akan kehilangan nilai balaghah perulangan.
            Sementara itu dalam al-Qur’an terdapat takrar kalimat yang terletak berjauhan satu sama lain dalam satu surat, seperti pada ayat berikut:
فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman 55:77)
 (31 kali perulangan di antara 78 jumlah ayat seluruhnya)
            Perulangan kalimat (فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ) sebanyak 31 kali dalam surat ar-Rahman dapat dipahami sebagai penegasan dalam mengingatkan manusia akan pentingnya bersyukur (tidak ingkar) kepada Tuhan yang telah memberikan berbagai nikmat tak terhingga yang disebutkan secara terperinci nikmat demi nikmat yang masing-masing di susul oleh pertanyaan : (فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ).
3.    Tikrar (perulangan) unsur pertama suatu jumlah
            Unsur pertama diulang jika jumlah atau kalimatnya terlalu panjang sehingga jika tidak diulang maka kesatuan gagasan dalam kalimat itu menjadi tidak jelas atau kabur. Contoh:
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا۟ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ تَابُوا۟ مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوٓا۟ إِنَّ رَبَّكَ مِنۢ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nahl 16:119)
            Perhatikan jika kata (رَبَّكَ) sebagai ( مبتدأ) atau sebagai ( اسم إنّ). Tidak diulang, maka kesatuan atau hubungannya dengan (خبر) yaitu kata (لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ) bisa menjadi tidak jelas atau kabur, (مبتدأ - خبر ) tersebut dipisahkan oleh kata-kata tambahan yang banyak. [7]
C.     Fungsi Tikrar
Dalam bukunya al Itqan Fi ‘Ulum al Qur’an,imam as Suyuthi menjelaskan fungsi dari penggunaan tikrar dalam al-Qur’an. Diantara fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai berikut :
a.        Sebagai taqrir (penetapan)
Dikatakan, ucapan jika terulang berfungsi menetapkan. Diketahui bahwa Allah telah memperingatkan manusia dengan mengulang-ulang kisah nabi dan umat terdahulu, nikmat dan azab, begitu juga janji dan ancaman. Maka pengulangan ini menjadi satu ketetapan yang berlaku.
Ini sejalan dengan fungsi dasar dari kaedah tikrar bahwa setiap perkataan yang terulang merupakan tiqrar (ketetapan) atas hal tersebut. sebagai contoh Allah berfirman surah. Al-An‘am ayat 19
“Apakah Sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?" Katakanlah: "Aku tidak mengakui." Katakanlah: "Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah)”.
Pengulangan jawaban dalam ayat tersebut merupakan penetapan kebenaran tidak adanya Tuhan (sekutu) selain Allah.
b.      Sebagai Ta’kid (penegasan) dan menuntut perhatian lebih.
Pembicaraan yang diulang mengandung unsur penegasan atau penekanan, bahkan menurut imam as Suyuthi penekanan dengan menggunakan pola tikrar setingkat lebih kuat disbanding dengan bentuk ta’kid.5 Hal ini karena tikrar terkadang mengulang lafal yang sama, sehingga makna yang dimaksud lebih mengena. Selain itu, Agar pembicaraan seseorang dapat diperhatikan secara maksimal maka dipakailah pengulangan tikrar agar si obyek yang ditemani berbicara memberikan perhatian lebih atas pembicaraan tadi. Contohnya, Allah berfirman dalam surah Al-Mu’min ayat 38-39 :
وَقَالَ ٱلَّذِىٓ ءَامَنَ يَٰقَوْمِ ٱتَّبِعُونِ أَهْدِكُمْ سَبِيلَ ٱلرَّشَادِ * يَٰقَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا مَتَٰعٌ وَإِنَّ ٱلْءَاخِرَةَ هِىَ دَارُ ٱلْقَرَارِ
Orang yang beriman itu berkata: "Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. (Al-Mu’min 40: 38-39).
Pengulangan/ Tikrar pada kedua ayat diatas yang maknanya saling berkaitan, berfungsi untuk memperjelas dan memperkuat peringatan yang terkandung dalam ayat tersebut.
c.       Pembaruan terhadap penyampaian yang telah lalu
Jika ditakutkan poin-poin yang ingin disampaikan hilang atau dilupakan akibat terlalu panjang dan lebarnya pembicaraan yang berlalu maka, diulangilah untuk kedua kalinya guna menyegarkan kembali ingatan para pendengar. Sebagai contoh, dalam alQur’an Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 89:

وَلَمَّا جَآءَهُمْ كِتَٰبٌ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ مُصَدِّقٌ لِّمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا۟ مِن قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ فَلَمَّا جَآءَهُم مَّا عَرَفُوا۟ كَفَرُوا۟ بِهِۦ ۚ فَلَعْنَةُ ٱللَّهِ عَلَى ٱلْكَٰفِرِينَ
“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu.” (Al-Baqarah 2:89)
Pengulangan / Tikrar pada ayat diatas untuk mengingatkan atau mengembalikan bahasan pada inti pembicaraan yang sebelumnya terpisah oleh penjelasan lain.
d.      Sebagai ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara).
Mengenai hal ini, telah dipaparkan dalam kaidah bahwa salah satu fungsi dari tikrar atau pengulangan adalah untuk menggambarkan besarnya hal yang dimaksud, sebagaimana pemberitaan tentang hari kiamat dalam surah  al Qari’ah ayat 1-3:
الْقَارِعَةُ * مَا الْقَارِعَةُ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ *
Hari Kiamat. apakah hari Kiamat itu?. Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?",(Al-Qari'ah 101: 1-3)
D.   Tikrar: Analisis Atas Surah Al-Fajr
   Surah Al-Fajr adalah surah ke- 89 di dalam Al-Qur’an. surat ini turun di Mekkah sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Namanya adalah “al-Fajr”, tanpa “wau”, sedikit berbeda dengan bunyi ayatnya yang pertama. Penamaan ini di sepakati juga oleh para penulis mushaf. Tidak ada nama lain bagi kumpulan ayat-ayat ini kecuali nama tersebut.
     Tema utama surah ini adalah ancaman kepada kaum musyrik Mekkah dan masyarakat manapun yang durhaka, jangan sampai mengalami kesudahan seperti yang telah di alami oleh para pendurhaka masa lampau yang jauh lebih perkasa daripada mereka, yaitu kaum ‘Ad, Tsamud, dan Fir’aun. Surah ini juga menguraikan kekeliruan sementara orang yang menduga bahwa kekayaan adalah bukti cinta Allah dan kemiskinan adalah tanda murka-Nya. Dalam surah ini juga menggambarkan peristiwa yang akan terjadi pada hari kemudian dimana tampak dengan jelas kuasa dan keagungan-Nya serta kasih sayang-Nya kepada yang taat dan murka-Nya kepada yang durhaka.[8]
Dalam hal ini tikrar yang digunakan berupa tikrar al-Lafdzi, yaitu berupa pengulangan redaksi ayat di dalam al-Qur’an yang berupa pengulangan kata.[9] Tulisan ini akan lebih memfokuskan penekanan pengulangan kata pada surah al-Fajr ayat 21-22. Kita melihat ada kata yang diulang-ulang yaitu)   كَلَّآ إِذَا دُكَّتِ ٱلْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا dan  . ( وَجَآءَ رَبُّكَ وَٱلْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
Tujuan pengulangan kata ini untuk mengukuhkan hati Nabi SAW. dan kaum Muslim yang tertindas sambil meyakinkan tentang keniscayaan balasan dan ganjaran yang akan diterima oleh masing-masing.
Adapun intisari kandungan ayat yang terdapat dalam al-Qur’an surah al-Fajr ayat 21-22 ini adalah sikap manusia yang durhaka terhadap dunia secara umum dan harta benda secara khusus, mereka menduga itulah jalan kebahagiaan. Ayat 21 menafikan dugaan tersebut dengan menyatakan: Wahai manusia, tidak demikian! Atau ayat itu memperingatkan mereka bahwa: Jangan berbuat demikian, karena yang demikian dapat mencelakakan kamu. Lalu mereka diingatkan tentang masa yang pasti bagi kecelakaan mereka, yaitu bila bumi dengan mudah di hantamkan berturut-turut dengan hantaman yang besar sehingga meluluhkan segala sesuatu. Sedangkan ayat 22 menyatakan bahwa ketika itu juga datanglah Tuhan pemeliharamu wahai Nabi Muhammad atau wahai manusia dalam bentuk yang sesuai dengan keagungan dan kesuciannya,  atau hadirlah ketetapan-Nya serta tampaklah dengan jelas kuasa dan keagungan-Nya. Sedang para malaikat berbaris-baris sesuai dengan kedudukan dan tugasnya masing-masing.
Ibrah dalam hal ini, Pertama, sumber kebahagiaan bukanlah harta, dan hidup yang sebenarnya adalah hidup di akhirat. Karena itu, yang menyesal di hari kemudian akan menyadari bahwa apa yang dilakukannya selama di dunia bukanlah untuk kehidupannya. Kedua, pada hari kiamat, keagungan dan kebesaran Allah akan hadir dan terlihat dengan jelas; malaikat-malaikat juga terlihat berbaris bershaf-shaf dan neraka di dekatkan sehingga ia terlihat juga, khususnya oleh para pendurhaka. Ketiga, mereka yang taat saat kematian atau ketika bangkai dari kuburnya akan merasa tenang bertemu Allah di sambut oleh-Nya dengan sapaan mesra lalu di persilahkan masuk ke surga. Itu disebabkan jiwa mereka tenang karena ketika mereka hidup di dunia, merek banyak mengingat Allah SWT.






BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Tikrar adalah salah satu bentuk i’jaz dalam al-Quran yang berfungsi sebagai penegasan sebuah ayat atau kalimat dengan cara pengulangan redaksi ayatnya, huruf-hurufnya, kata ataupun redaksi kalimat dan ayatnya. Adapun macam-macamnya, tikrar dibagi menjadi dua yaitu tikrar al-lafdzia dan tikrar al-ma’nawia, dan dari segi struktur tikrar dapat dikategorikan kepada tiga model perulangan yaitu, (1) perulangan bersambung, (2) perulangan tidak bersambung, dan (3) perulangan terpisahkan.
            Fungsi tikrar yaitu sebagai takrir (penguat), ta’kid (penegasan), pembaruan terhadap yang telah lalu, dan sebagai ta‘zhim (menggambarkan agung dan besarnya satu perkara).












Daftar Pustaka
Hidayat, D, Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil-Badi’ (Balaghah untuk Semua), Jakarta: PT. Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur’ani Jakarta, 2002.
Said, Hasani Ahmad, Studi Islam I: Kajian Islam Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2006.
Sayyid Khidr, Al-Tikrar al Uslubi fi al-Lugah al-Arabiyah ( Daru al-Wafa, 2003)
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,, Jakarta: Lentera Hati, 2009, Jil. I, Cet. II.
 Shihab, M. Quraish, Al-Lubab; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2012



[1] D. Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil-Badi’ (Balaghah untuk Semua), (Jakarta: PT. Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur’ani Jakarta) hal. 97  
[2] Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: Kajian Islam Kontemporer  (Jakarta: PT Rajawali Pers,, 2016), hlm. 280.
[3] Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: Kajian Islam Kontemporer  (Jakarta: PT Rajawali Pers,, 2016), hlm. 280.
[4] Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: Kajian Islam Kontemporer  (Jakarta: PT Rajawali Pers,, 2016), hlm. 282.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Jil. I, Cet. II, hal. 626-627
[6] Dr. Sayyid Khidr, Al-Tikrar al Uslubi fi al-Lugah al-Arabiyah ( Daru al-Wafa, 2003) hlm.114
[7] D. Hidayat, Al-Balaghah lil-Jami’ Wasy-Syawahid min Kalamil-Badi’ (Balaghah untuk Semua), (Jakarta: PT. Karya Toha Putra & Bina Masyarakat Qur’ani Jakarta) hal. 101  
[8] M. Quraish Shihab, Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati), hal. 634
[9] Hasani Ahmad Said, Studi Islam 1: Kajian Islam Kontemporer  (Jakarta: PT Rajawali Pers,, 2016), hlm. 282


1 komentar:

  1. Free Spins at Harrah's Hotel & Casino, Atlantic City
    › › › Atlantic City Hotels › › Atlantic City Hotels 1. Harrah's Atlantic luckyclub City, NJ 2. Atlantic City Hotel & Casino. Atlantic City Hotel & Casino. Atlantic City Hotel & Casino. Atlantic City Hotel & Casino.

    BalasHapus